JAM-Pidum Dorong Keadilan Restoratif Berbasis Kearifan Lokal di Bali Melalui Komitmen Bersama Pembentukan Bale Kertha Adhyaksa
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep N. Mulyana memberikan sambutan dalam kegiatan Implementasi Komitmen Bersama Bale Kertha Adhyaksa Provinsi Bali pada Senin, 30 Juni 2025. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk sinergi antara Kejaksaan RI, Pemerintah Provinsi Bali, serta tokoh adat dan masyarakat, dalam mendorong penyelesaian perkara pidana secara lebih humanis melalui pendekatan restorative justice berbasis kearifan lokal.
Dalam sambutannya, JAM-Pidum menyampaikan bahwa pembentukan Bale Kertha Adhyaksa adalah wujud nyata komitmen Kejaksaan untuk mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan, memulihkan, dan menjunjung nilai-nilai budaya setempat.
“Restorative justice bukan semata-mata mekanisme hukum alternatif, melainkan pendekatan yang menyembuhkan luka sosial dan mengembalikan harmoni dalam masyarakat. Pendekatan ini relevan khususnya dalam konteks budaya Bali yang menjunjung tinggi nilai musyawarah dan kedamaian,” ujar JAM-Pidum.
Beberapa poin penting yang disampaikan JAM-Pidum dalam sambutannya antara lain:
Pendekatan Restorative Justice melalui Bale Kertha Adhyaksa:
Penyelesaian perkara secara musyawarah berdasarkan nilai kekeluargaan dan kearifan lokal.
Melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan adat dalam memfasilitasi perdamaian.
Alternatif pemidanaan seperti permintaan maaf, restitusi, atau pelayanan masyarakat.
Fokus pada pemulihan hubungan, bukan pembalasan.
Relevansi dengan KUHP Baru (Undang-Undang No. 1 Tahun 2023)
JAM-Pidum menyampaikan bahwa keberadaan KUHP baru yang akan berlaku tahun 2026 memperkuat legalitas pendekatan keadilan restoratif. Pasal 51 KUHP baru menekankan pemulihan keseimbangan sosial sebagai tujuan pemidanaan, dan mendahulukan keadilan substantif dibandingkan kepastian hukum semata.
Integrasi Kearifan Lokal
Khususnya daerah Bali, nilai Tri Hita Karana dan prinsip Desa Kala Patra menjadi landasan penting untuk pendekatan hukum yang berakar pada budaya. JAM-Pidum menyatakan bahwa nilai-nilai tersebut menuntun penegak hukum agar menyelesaikan perkara tidak secara seragam, melainkan sesuai karakteristik masyarakat setempat. JAM-Pidum mengungkapkan Komitmen Bale Kertha Adhyaksa adalah langkah strategis dan filosofis, yang mengintegrasikan hukum nasional dengan hukum yang hidup di masyarakat. Ini bukan hanya memuliakan hukum, tetapi juga merawat jati diri local.
Living Law dan Keadilan yang Kontekstual
JAM-Pidum juga menegaskan pentingnya keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 KUHP baru. Hukum adat diakui sejauh tidak bertentangan dengan Pancasila dan HAM, sehingga membuka ruang legal bagi praktik-praktik restoratif di tingkat lokal.
Kolaborasi Multi-Pihak: Keberhasilan restorative justice, menurut JAM-Pidum, sangat ditentukan oleh sinergi antara Kejaksaan, pemerintah daerah, tokoh adat, dan masyarakat. Keberadaan Bale Kertha Adhyaksa merupakan bukti komitmen bersama menuju sistem hukum yang adil, humanis, dan berorientasi pada pemulihan.
Sebagai penutup, JAM-Pidum menyampaikan apresiasi atas kolaborasi yang telah terbangun di Bali. Ia berharap inisiatif ini menjadi model percontohan nasional bagi pendekatan keadilan restoratif berbasis budaya lokal.