Restorative Justice Pulihkan Keharmonisan Rumah Tangga  Kejati NTT Satukan Kembali Suami–Istri dalam Perkara KDRT

Restorative Justice Pulihkan Keharmonisan Rumah Tangga Kejati NTT Satukan Kembali Suami–Istri dalam Perkara KDRT

Kejaksaan RI., Kupang, 18 November 2025 – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) kembali menegaskan dedikasinya dalam menerapkan penegakan hukum yang berorientasi pada pemulihan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Pada Selasa, 18 November 2025, Kejati NTT menggelar ekspose permohonan penghentian penuntutan secara virtual dari Ruang Restorative Justice Kejati NTT, yang berlangsung pada pukul 12.30–13.30 WITA.

 

Ekspose ini membahas permohonan penghentian penuntutan dari Kejaksaan Negeri Flores Timur atas nama tersangka Kornelius Lodan Lamanepa, yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).

Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Agoes Soenanto Prasetyo, S.H., M.H., selaku Direktur C pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM), dan dihadiri oleh Kajati NTT Roch Adi Wibowo, S.H., M.H., Wakajati NTT Teuku Rahmatsyah, S.H., M.Kn., serta Asisten Tindak Pidana Umum Dr. Bayu Setyo Pratomo. Selain itu, kegiatan juga diikuti oleh para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) se-NTT, beserta para Kepala Seksi pada Bidang Pidana Umum baik di lingkungan Kejati NTT maupun Kejari se-NTT, sehingga seluruh proses ekspose berlangsung komprehensif dan melibatkan seluruh jajaran terkait.

Kajari Flores Timur, Teddy Rorie, S.H., memaparkan secara rinci seluruh aspek penanganan perkara, mulai dari kronologi kejadian, perkembangan proses penyidikan, pemenuhan syarat penerapan Restorative Justice, hingga hasil mediasi yang berhasil mempertemukan korban dan tersangka dalam kesepakatan damai.

 

Kronologi Singkat Perkara

Peristiwa tersebut terjadi di Desa Lamablawa, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, pada Senin, 1 September 2025 sekitar pukul 02.00 WITA. Saat itu, korban Imelda Naomi Banguhari, yang merupakan istri sah tersangka sebagaimana tercatat dalam Akta Perkawinan Nomor 1212/AP/XII/2008, mendatangi tersangka yang sedang bermain kartu di rumah warga. Permintaan korban agar tersangka pulang memicu adu mulut di antara keduanya, hingga situasi memanas dan tersangka tersulut emosi. Dalam kondisi tersebut, tersangka kemudian mengambil sebuah jeriken kosong dan mengayunkannya ke arah korban, disertai tindakan menampar serta memukul bagian bahu dan pinggang korban.

Setelah kejadian, korban yang mengalami rasa pusing dan kesakitan segera melaporkan perbuatan tersebut kepada pihak kepolisian. Hasil visum et repertum menunjukkan bahwa korban mengalami luka ringan berupa memar pada dahi, kepala, kelopak mata, telinga, serta bagian pinggang

 

Dasar Pertimbangan Penghentian Penuntutan

Penghentian penuntutan berdasarkan PERJA Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan mempertimbangkan:

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Ancaman pidana di bawah 5 tahun.
  • Kerugian yang ditimbulkan tidak melebihi ketentuan peraturan.
  • Ada perdamaian antara tersangka dan korban tanpa paksaan.
  • Tersangka dan korban adalah suami–istri yang masih tinggal dalam satu lingkungan keluarga.
  • Menghindarkan korban dan keluarga dari stigma, konflik berkepanjangan, dan potensi retaknya hubungan rumah tangga.
  • Mendapat dukungan tokoh masyarakat dan lingkungan.

Tersangka bersedia menjalani sanksi sosial berupa membersihkan Kantor Kelurahan Pohon Bao selama dua minggu, Senin–Sabtu selama satu jam per hari.

 

Proses Mediasi Restorative Justice

Proses mediasi Restorative Justice berlangsung pada 12 November 2025 di Rumah RJ Kecamatan Larantuka, dengan menghadirkan berbagai unsur terkait, mulai dari Jaksa Fasilitator, Kabag Hukum, penyidik, hingga tokoh masyarakat seperti lurah dan camat. Mediasi juga diikuti langsung oleh korban beserta keluarganya serta tersangka dan pihak keluarga, sehingga seluruh proses berlangsung terbuka dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

Dalam sesi mediasi tersebut, tersangka menyampaikan pengakuan atas perbuatannya dan secara tulus meminta maaf kepada korban. Korban, dengan kesadaran dan tanpa paksaan, menyatakan menerima permintaan maaf tersebut. Sebagai bentuk penyelesaian yang sah, seluruh pihak kemudian menandatangani Berita Acara Kesepakatan Perdamaian, yang menjadi dasar pemulihan hubungan serta kelanjutan proses Restorative Justice.

 

Pernyataan Kajati NTT

Kajati NTT Roch Adi Wibowo menegaskan bahwa penghentian penuntutan bukan berarti Kejaksaan menoleransi kekerasan dalam rumah tangga, tetapi sebagai upaya hukum yang mengedepankan pemulihan hubungan keluarga.

“Restorative Justice bukan sekadar penghentian perkara, tetapi hadir untuk memulihkan martabat, hubungan, dan masa depan keluarga. Dalam perkara ini, korban dan tersangka telah berdamai secara tulus, sehingga negara wajib memastikan pemulihan berjalan baik dan berkeadilan.”

Beliau juga menambahkan bahwa Kejati NTT akan terus mengawal pelaksanaan sanksi sosial dan memberi pendampingan kepada keluarga agar peristiwa serupa tidak terulang.

 

Komitmen Kejati NTT

Kejati NTT kembali menegaskan komitmennya dalam menghadirkan penegakan hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga humanis dan berkeadilan. Melalui penerapan mekanisme Restorative Justice, Kejati NTT berupaya menyelesaikan perkara-perkara ringan dengan pendekatan pemulihan, memastikan bahwa korban tetap memperoleh perlindungan yang layak, serta menjaga stabilitas sosial dan keharmonisan masyarakat. Pendekatan ini menjadi wujud nyata hadirnya negara dalam memberikan solusi hukum yang bermartabat dan berorientasi pada kemaslahatan bersama.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan

Hubungi Kami